Link Halaman

Statistik Kunjungan Situs

Silsilah Hadits-Hadits Masyhur (yang sering diucapkan atau didengar)

Mukaddimah

Yang dimaksud dengan HADITS MASYHUR disini bukan sebagaimana definisinya di dalam Ilmu Mushthalah Hadits, yaitu hadits yang merupakan bagian dari hadits Ahad dan mata rantai periwayatnya dari jenjang pertama hingga terakhir (pengarang buku) berjumlah 3 sampai 9 orang pada setiap levelnya. Akan tetapi yang dimaksud disini adalah Hadits-hadits yang masyhur (tersohor) karena sering diucapkan oleh lisan atau sering didengar, terutama oleh para penceramah. Alias sudah menjadi buah bibir dan disampaikan dari mulut ke mulut.

Dalam hal ini, para ulama banyak yang menulis buku jenis ini karena sangat penting sekali diketahui oleh umat. Hadit-hadits yang ada di dalamnya bervariasi baik dari aspek kualitas maupun tema dimana ia sering dibicarakan orang dan didengar. Masalahnya, ketika seseorang mengucapkannya atau menukilnya, dia seakan mengatasnamakan Rasulullah alias bahwa ia adalah sabda beliau.

Tentu saja, hal ini amat berbahaya bagi umat karenanya para ulama hadits mengantisipasinya dengan mengarang buku jenis ini hingga dapat memudahkan umat di dalam mencari hadits-hadits yang kira-kira sering diucapkan dan didengar tersebut, terkadang menyatakan kualitasnya.

HADITS PERTAMA
1. أَبْرِدُوْا بِالطَّعَامِ فَإِنَّ الْحَارَّ لاَ بَرَكَةَ فِيْهِ
“Dinginkanlah makanan, sebab (makanan) yang panas itu tidak ada berkahnya”

SUMBER HADITS:

Hadits tersebut diriwayatkan oleh ad-Daylamy dari Ibnu ‘Umar

KUALITAS HADITS:

Ini adalah ‘HADITS DLA’ÎF’ (Lemah)
Tentang kelemahan hadits ini juga disebutkan di dalam buku-buku berikut:
  • al-Maqâshid al-Hasanah Fî Bayân Katsîr Min al-Ahâdîts al-Musytahirah ‘Alâ al-Alsinah, karya Imam as-Sakhâwy, hal. 11

  • Tamyîz ath-Thayyib min al-Khabîts Fî m6a yadûru ‘alâ Alsinah an-Nâs Min al-Hadîts, karya ‘Abdurrahman bin ‘Aly bin ad-Dîba’, hal. 5

  • Kasyf al-Khafâ’ wa Muzîl al-Ilbâs ‘Ammâ Isytahara Min al-Ahâdîts ‘Alâ Alsinah an-Nâs, karya al-‘Ajlûny, Jld I, hal. 28

  • Dla’îf al-Jâmi’ wa Ziyâdatuhu, karya Syaikh al-Albany, no. 37
TEMA HADITS:

Ada sementara orang yang memberikan nasehat agar jangan melumat makanan yang masih panas tetapi perlu ditunggu dulu hingga adem/dingin sehingga tidak membahayakan.

Bila sebatas alasan tersebut, maka tidak ada masalah selama tidak menggunakan hadits diatas sebagai dalilnya trus meyakininya. Realitasnya, ada sementara orang pula yang berdalih dengan hadits diatas bahwa makanan yang panas itu tidak memiliki BERKAH padahal kualitas hadits tersebut ‘DLA’IF alias LEMAH…

Para ulama sepakat bahwa HADITS DLA’IF tidak dapat dijadikan hujjah kecuali di dalam masalah ‘Fadlâ’-il al-A’mâl’ dimana mereka masih berselisih pendapat tentang ‘kebolehan’ menggunakan hadits DLA’IF terhadap masalah tersebut.

Pendapat yang rajih/kuat dan berkenan di hati adalah berlaku secara umum, artinya semua hadits DLA’IF tidak dapat dijadikan sebagai hujjah selama tidak ada pendukung lain yang menguatkan dan mengangkat statusnya.

(Diambil dari buku ‘ad-Durar al-Muntatsirah Fî al-Ahâdîts al-Musytahirah’, karya Imam as-Suyuthy, (tahqiq/takhrij hadits oleh Syaikh Muhammad Luthfy ash-Shabbagh), hal. 74, hadits no. 51 dengan beberapa penambahan)

Hadits Kedua
أَبْغَضُ الْحَلاَلِ عِنْدَ اللهِ الطَّلاَقُ
"Thalaq adalah sesuatu yang halal tetapi paling dibenci di sisi Allah"

Sumber Hadits

Redaksi seperti ini diriwayatkan oleh Abu Dâwud dan Ibn Mâjah dari hadits 'Abdullah bin 'Umar.
Dalam redaksi Imam al-Hâkim,
مَا أَحَلَّ اللهُ شَيْئًا أَبْغَضُ إِلَيْهِ مِنَ الطَّلاَقِ
"Tidak ada sesuatupun yang dihalalkan oleh Allah tetapi paling dibenci-Nya selain thalaq."

Di dalam redaksi kitab Sunan ad-Daylamiy dari Mu'adz bin Jabal disebutkan,
إِنَّ اللهَ يُبْغِضُ الطَّلاَقَ وَيُحِبُّ الْعِتَاقَ
"Sesungguhnya Allah membenci thalaq dan menyukai 'itâq (memerdekakan budak)."

Dalam redaksi yang lainnya -di dalam kitab yang sama- dari jalur Muqâtil bin Sulaiman dari 'Amr bin Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya secara Marfu',
مَا أَحَلَّ اللهُ حَلاَلاً أَحَبُّ إِلَيْهِ مِنَ النِّكَاحِ، وَلاَ أَحَلَّ حَلاَلاً أَكْرَهُ إِلَيْهِ مِنَ الطَّلاَقِ

"Tidak ada sesuatu yang halal yang dihalalkan oleh Allah lebih dicintai-Nya dari nikah; dan tidak ada sesuatu yang halal tetapi paling dibenci-Nya selain thalaq."

Di dalam kitab Târîkh Ibn 'Asâkir dari jalur Ja'far bin Muhammad; Syuja' bin Asyrasy menceritakan kepada kami, dia berkata: ar-Rabî' bin Badr menceritakan kepada kami, dari Ayyub, dari Abi Qilâbah, dari Ibn 'Abbas secara Marfu' ditulis dalam redaksi berikut,
مَا مِنْ شَيْئٍ مِمَّا أَحَلَّ اللهُ لَكُمْ أَكْرَهُ عِنْدَهُ مِنَ الطَّلاَقِ
"Tidak ada dari sesuatupun yang dihalalkan oleh Allah bagi kalian yang paling dibenci di sisi-Nya selain thalaq."

Kualitas Hadits

Kualitas hadits dalam pembahasan kita di atas (no.2) adalah DLA'IF' (Lemah) dari sisi Sanad nya.

Tentang kelemahan hadits ini dapat dirujuk pada buku-buku berikut:
  • Sunan Abî Dâwud, jld.II, hal.342, no.2177,2178

  • Sunan Ibn Mâjah, jld.I, hal.650, no.2018

  • al-Mustadrak, karya Abu 'Abdillah al-Hâkim, jld.II, hal.196 . Lafazh redaksi al-Hâkim terdapat di dalam Sunan Abi Dâwud

  • as-Sunan al-Kubra, karya al-Baihaqiy, Jld.VII, hal 322

  • Mîzân al-I'tidâl, karya Imam adz-Dzahabiy, jld.IV, hal.143

  • al-Kâmil, karya Ibn 'Adiy, Jld.IV, hal.1630

  • al-Jâmi' al-Kabîr, karya Imam as-Suyuthiy, Jld.I, hal.690 .
Mengenai perawi bernama Muqâtil, menurut para ulama, dia lemah dalam periwayatan hadits. Untuk mengetahui tentang apa saja cacat (Jarh) yang dituduhkan kepadanya, silahkan lihat:
  • Mîzân al-I'tidâl, karya Imam adz-Dzahabiy, jld.IV, hal.173 dan halaman setelahnya

  • al-Maqâshid al-Hasanah Fî Bayân Katsîr Min al-Ahâdîts al-Musytahirah 'Alâ al-Alsinah, karya Imam as-Sakhâwy, hal. 12

  • Tamyîz ath-Thayyib min al-Khabîts Fî m6a yadûru 'alâ Alsinah an-Nâs Min al-Hadîts, karya 'Abdurrahman bin 'Aly bin ad-Dîba', hal. 5

  • Kasyf al-Khafâ' wa Muzîl al-Ilbâs 'Ammâ Isytahara Min al-Ahâdîts 'Alâ Alsinah an-Nâs, karya al-'Ajlûny, Jld I, hal. 29

  • Dla'îf al-Jâmi' ash-Shaghîr, karya Syaikh al-Albany, no. 44
Tema Hadits

Hadits tersebut sering dijadikan dalil di dalam menyatakan bahwa syari'at Islam amat membenci suatu perceraian (thalaq).

Adalah merupakan hal yang disepakati bahwa syari'at amat mencela terjadinya thalaq sebab memiliki implikasi yang negatif.

Pertanyaannya, apa landasannya?.
Sebagian ulama berhujjah dengan hadits ini dengan menyatakan bahwa ia hadits yang Shahîh dan Muttashil (bersambung mata rantai periwayatnya hingga kepada Rasulullah).
Sebagian ulama lagi, mengatakan bahwa ia hadits yang Dla'îf (Mursal).

(Diambil dari buku 'ad-Durar al-Muntatsirah Fî al-Ahâdîts al-Musytahirah', karya Imam as-Suyuthy, (tahqiq/takhrij hadits oleh Syaikh Muhammad Luthfy ash-Shabbagh), hal. 57, hadits no. 1 dengan beberapa penambahan)

Catatan :

Menurut Muhaqqiq (peneliti) buku yang kami bahas diatas, Syaikh Muhammad Luthfiy ash-Shabbagh, kualitas hadits tersebut adalah DLA'IF (MURSAL). Hal ini berdasarkan rujukan-rujukan yang kami sebutkan diatas. Pendapat ini nampaknya juga diambil oleh Syaikh al-Albaniy dan Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah.

Sementara di dalam fatwa al-Lajnah ad-Dâ`imah Lil Buhûts al-'llmiyyah Wal-Iftâ` (lembaga resmi fatwa di Saudi Arabia, semacam MUI), disebutkan bahwa hadits tersebut SHAHIH MUTTASHIL bukan hadits MURSAL secara Sanad dan Matan (Lihat, Fatâwa al-Lajnah ad-Dâ`imah Lil Buhûts al-'llmiyyah Wal-Iftâ` , jld.IV, Hal.438-439, no. fatwa.11005)

(Silsilah Hadits-Hadits Masyhur) Masalah Talqin Mayit Setelah DiKuburkan

Mukaddimah

Permasalahan Talqin Mayit merupakan salah satu hal yang krusial dan perlu difahami secara benar, mengingat ibadah adalah hal yang bersifat Tawqîfiyyah (sebatas nash dan sumbernya) sehingga di dalam melaksanakannya perlu ada nash yang pasti; shahih, sharih (jelas) dan kuat.
Dalam hal ini perlu ada pemilahan; antara Talqin Mayit yang disyari'atkan dan yang tidak disyari'atkan. Yang disyari'atkan adalah Talqin Mayit sebelum meninggal alias saat menghadapi sakratul maut karena memang didukung oleh dalil-dalil yang shahih. Yaitu, menalqinkan orang yang sedang sekarat tersebut dengan kalimat Tauhid "Lâ ilâha Illallâh".

Sedangkan yang tidak disyari'atkan adalah ketika sudah meniggal dunia, apalagi sudah dikuburkan. Adalah musibah besar bilamana hal yang serius seperti ini dilakukan berdasarkan hadits yang tidak ketahuan juntrungannya; apakah dapat dijadikan hujjah atau tidak.
Nah, dalam silsilah kali ini kami mengangkat hadits tentang talqin mayit setelah dikuburkan tersebut, Bagaimanakah kualitasnya?, silahkan simak!

Hadits Ketiga
تَلْقِيْنُ اْلمَيِّتِ بَعْدَ الدَّفْنِ
"Menalqin Mayit adalah setelah dikuburkan"
Sumber Hadits

Redaksi seperti ini diriwayatkan di dalam Mu'jam ath-Thabaraniy dengan SANAD DLA'IF (LEMAH)

Catatan Terhadap Kualitas Hadits

Komentar tentang kualitas hadits tersebut diatas disebutkan oleh Imam as-Suyuthiy di dalam bukunya ad-Durar al-Muntatsirah Fil Ahâdîts al-Musytahirah.
Penahqiq (analis) buku tersebut, Syaikh Muhammad Luthfiy as-Shabbâgh menyatakan bahwa hadits tersebut berstatus : MAWDLU'
Hal ini berdasarkan:
  • Kitab al-Fawâ`id al-Majmû'ah Fil Ahâdîts al-Mawdlû'ah karya Imam asy-Syawkaniy, Hal.268

  • Kitab Talkhîsh al-Habîr Fî Takhrîj Ahâdîts ar-Râfi'iy al-Kabîr karya Ibn Hajar, Jld.II, Hal.136, sekalipun beliau sudah berupaya untuk menguatkannya.

  • Kitab Zâd al-Ma'âd karya Ibn al-Qayyim, Jld.I, Hal.145. Beliau mengomentari hadits diatas, "Tidak shahih (bila dikatakan) Marfû' (terangkat periwayatannya hingga sampai kepada Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam)."

  • Kitab Subul as-Salâm Syarh Bulûgh al-Marâm karya ash-Sha'âniy, Jld.II, Hal.113. Beliau berkata, "Pengarang kitab al-Manâr berkata, 'Sesungguhnya ulama yang menggeluti hadits tidak meragukan lagi hadits talqin tersebut adalah MAWDLU'.' "

  • Kitab Fatâwa an-Nawawiy karya Imam an-Nawawiy, Hal.37

  • Kitab Majma' az-Zawâ`id karya Ibn Hajar al-Haytamiy, Jld.III, Hal.45.
Syaikh Muhammad Luthfiy ash-Shabbâgh selanjutnya berkata, "Sedangkan menalqinkan mayit sebelum meninggal (saat menghadapi sakarat) dengan kalimat Tauhid, maka hal ini memang valid dan banyak sekali hadits-hadits Shahîh yang menegaskan hal itu. Bisa dilihat pada komentar kami terhadap hadits no.322 pada kitab Mukhtashar al-Maqâshid (al-Hasanah, karya as-Sakhawiy-red.,) dengan tahqiq kami."
(Diambil dari: Kitab ad-Durar al-Muntatsirah Fil Ahâdîts al-Musytahirah karya Imam as-Suyuthiy, tahqiq, Syaikh Muhammad Luthfiy ash-Shabbâgh, Hal.196, Hadits no.469.

Silsilah Hadits-Hadits Masyhur-4 (Siapa Yang Mengenal Dirinya, Maka Dia Telah Mengenal Rabb-nya)
Mukaddimah

Kita sering mendengar banyak sekali para penceramah ataupun akademisi yang sering berargumentasi dengan ungkapan seperti ini karena mengira ia adalah hadits Rasulullah yang perlu diimani dan terkadang sering disalahtafsirkan, khususnya penganut aliran Wahdatul Wujûd.
Karena itu, benarkah ungkapan tersebut merupakan hadits Rasulullah yang shahih sehingga dapat dijadikan hujjah?, silahkan ikuti!.

Naskah Hadits
مَنْ عَرَفَ نَفْسَهُ فَقَدْ عَرَفَ رَبَّهُ
(Man 'Arofa Nafsahu, Faqad 'Arofa Rabbahu) "Barangsiapa yang mengenal dirinya, maka dia telah mengenal Rabb-nya."

Imam an-Nawawiy berkata, "Hadits ini tidak valid."
Ibn as-Sam'aniy berkata, "Ini adalah ucapan Yahya bin Mu'adz ar-Raziy."

Catatan:

Syaikh Muhammad Luthfiy ash-Shabbaq (penahqiq) buku ad-Durar al-Muntatsirah Fî al-Ahâdîts al-Musytahirah karya Imam as-Suyûthiy (buku yang kita kaji ini) berkata,
KUALITASNYA MAWDLU' (PALSU);
Silahkan lihat,
  • Fatâwa an-Nawawiy, h.120
  • al-Maqâshid al-Hasanah Fî Bayân Katsîr Min al-Ahâdîts al-Musytahirah 'Ala al-Alsinah, karya as-Sakhâwiy, h.419
  • al-Asrâr al-Marfû'ah Fî al-Akhbâr al-Mawdlû'ah, karya Mala al-Qariy, h.506
  • Tamyîz ath-Thayyib Min al-Khabîts Fîmâ Yadûr 'Ala Alsinah an-Nâs Min al-Hadîts, karya Ibn ad-Diba', h.165
  • Kasyf al-Khafâ` wa Muzîl al-Ilbâs 'Amma isytahara Min al-Ahâdîts 'Ala Alsinah an-Nâs, karya al-'Ajlûniy, Jld.II, h.262
  • al-Fawâ`id al-Majmû'ah Fî al-Ahâdîts al-Mawdlû'ah, karya Imam asy-Syaukaniy, h.87
  • Asnâ al-Mathâlib, karya Muhammad bin Darwîsy al-Hût, h.219
  • Risalah: al-Qawl al-Asybah Fî Hadîts Man 'Arafa Nafsahu 'Arafa Rabbahu, karya Imam as-Suyûthiy di dalam kitabnya al-Hâwiy, Jld.II, h.412
  • Tadrîb ar-Râwiy, karya Imam as-Suyûthiy, h.370
  • Tadzkirah al-Mawdlû'at, karya al-Fitniy, h.16
  • al-Fatâwa al-Hadîtsiyyah, karya Ibn Hajar al-Haitamiy, h.211
  • Hilyah al-Awliyâ`, karya Abu Nu'aim al-Ashfahâniy, Jld.X, h.208
(SUMBER: ad-Durar al-Muntatsirah Fi al-Ahadits al-Musytahirah karya Imam as-Suyuthiy, tahqiq oleh Syaikh.Muhammad Luthfiy ash-Shabbagh, h.173, hadits no.393)


Silsilah Hadits-Hadits Masyhur -5 (Surga Itu Di Bawah Telapak Kaki Ibu)

Mukaddimah

Hadits ini tentunya tidak lagi asing bagi siapapun, sebab sangat sering diucapkan ataupun didengar melalui berbagai media.

Namun ada hal yang perlu diklarifikasi lagi mengingat penisbahannya kepada sabda Rasulullah bukanlah hal main-main; apakah kualitas hadits dengan redaksi seperti itu dapat dipertanggungjawabkan ataukah tidak? Kalau, begitu apakah ada hadits dengan naskah yang lain? Ataukah hanya maknanya saja yang shahih?

Naskah Hadits
اْلجَنَّةُ تَحْتَ أَقْدَامِ اْلأُمَّهَاتِ
"Surga itu di bawah telapak kaki ibu."

Penjelasan:

Hadits dengan redaksi seperti ini disebutkan oleh Imam as-Suyûthiy di dalam kitabnya ad-Durar al-Muntsirah Fi al-Ahâdîts al-Musytahirah (buku yang kami gunakan sebagai rujukan dalam kajian ini), dengan menyatakan bahwa ia diriwayatkan oleh Imam Muslim dari hadits Anas.

Namun penahqiq (analis) atas buku tersebut, yaitu Syaikh. Muhammad Luthfy ash-Shabbâgh memberikan beberapa anotasi berikut:

"Hadits dengan redaksi (lafazh) seperti ini kualitasnya Dla'îf (lemah). Menurut saya, menisbahkannya kepada Imam Muslim perlu diberi catatan. Imam ash-Shakhawiy berkata, 'Demikian ini, padahal ad-Dailamiy telah menisbahkannya kepada Imam Muslim dari Anas, karena itu perlu dicek kembali.' Al-Ghumâriy ketika memberikan anotasi atas hal itu berkata, 'Sama sekali Imam Muslim tidak mengeluarkan hadits ini, sekalipun Imam az-Zarkasyiy dan as-Suyûthiy menisbahkan kepadanya mengikuti Imam ad-Dailamiy.'
Untuk itu, perlu merujuk kepada buku-buku berikut:
  • Ahâdîts al-Qushshâsh karya Ibn Taimiyyah, h.70

  • al-Maqâshid al-Hasanah Fî Bayân Katsîr Min al-Ahâdîts al-Musytahirah 'Ala al-Alsinah, karya as-Sakhâwiy, h.176

  • Tamyîz ath-Thayyib Min al-Khabîts Fîmâ Yadûr 'Ala Alsinah an-Nâs Min al-Hadîts, karya Ibn ad-Diba', h.63

  • Kasyf al-Khafâ` wa Muzîl al-Ilbâs 'Amma isytahara Min al-Ahâdîts 'Ala Alsinah an-Nâs, karya al-'Ajlûniy, Jld.I, h.335

  • Mîzân al-I'tidâl, karya Imam adz-Dzhabiy, jld.IV, h.220

  • al-Fawâ`id al-Maudlû'ah Fil Ahâdîts al-Mawdlû'ah karya al-Karmiy, Hal.147

  • al-Kâmil karya Ibn 'Adiy, Jld.VI, h.2347

  • Dla'îf al-Jâmi' karya Syaikh Nashiruddin al-Albâniy, No.2666

Syaikh al-Albâniy berkata, 'Hadits tersebut (diatas) tidak diperlukan lagi karena sudah ada hadits sebelumnya yang dimuat di dalam kitab ash-Shahîh, no.1249 dengan lafazh,
اِلْزَمْهَا فَإِنَّ اْلجَنَّةَ تَحْتَ أَقْدَامِهَا
"Berbaktilah terus kepadanya (sang ibu) karena surga itu berada di bawah telapak kakinya."

Yang dimaksud oleh Syaikh al-Albâniy tersebut adalah hadits yang diriwayatkan Mu'âwiyah bin Jâhimah yang dikeluarkan Imam Ahmad (Jld.III:429) dan an-Nasâ`iy. Lihat juga, Sunan Ibn Mâjah, no.2781 dan al-Mustadrak karya al-Hâkim, Jld.II, h.104."

(Sumber: ad-Durar al-Muntsirah Fi al-Ahâdîts al-Musytahirah karya Imam as-Suyûthiy, tahqiq Syaikh. Muhammad Lutfhfy ash-Shabbâgh, h.105-106, no.178)

SILSILAH HADITS-HADITS MASYHUR-14 (Bercincinlah Dengan Batu Akik…)

Mukaddimah

Barangkali ada sebagian penggemar yang karena saking kagumnya atau pedagang batu cincin yang karena ingin melariskan dagangannya berdalil dengan hadits tentang keutamaan batu akik. Siapa yang tidak tahu batu akik? Tetapi apakah dapat dibenarkan berdalil dengan hadits tersebut. berikut uraiannya!!

Naskah Hadits
تَخَتَّمُوْا بِاْلعَقِيْقِ فَإِنَّهُ يَنْفِي الْفَقْرَ
Bercincinlah dengan batu akik sebab ia dapat menghilangkan kefakiran

Takhrij Ringkas

Hadits ini diriwayatkan oleh ad-Dailami, dari hadits Anas, Umar, Ali dan Aisyah dengan sanad-sanad yang beragam. Di dalam kitab al-Yawaqit karya Muthriz disebutkan bahwa Ibrahim al-Harbi ditanyai mengenai hadits ini, ia mengatakan, ‘Shahih.’ Ia berkata pula, diriwayatkan juga dengan lafazh ‘Tahattamu’ (dengan huruf Ha’ sebagai ganti huruf Kha’-red), artinya berdiamlah di Aqiq dan menetaplah di sana. Menurutku (Imam as-Suyuthi), Ibn Adiy meriwayatkan dengan sanad Dha’if (lemah) dari hadits Aisyah secara Marfu’ denga lafazh,
تَخَتَّمُوْا بِاْلعَقِيْقِ فَإِنَّهُ مُبَارَكٌ
Bercincinlah dengan batu akik sebab ia diberkahi

(Lihat buku rujukan kita, ad-Durar al-Muntatsirah Fi al-Ahadits al-Masyhurah karya Imam as-Suyuthi, hal.101, nomor 164)

Komentar Terhadap Hadits

Peneliti (Penahqiq) buku rujukan di atas (ad-Durar al-Muntsirah), Syaikh Muhammad Luthfi ash-Shabbagh berkata, Kualitas hadits ini adalah MAWDHU’ (PALSU) . Lihat rujukan-rujukan berikut:
- al-Maqashid al-Hasanah, hal.153
- Tamyiz al-Khabits, hal.55
- Kasyf al-Khafa’, I:299
- Al-Kamil karya Ibn ‘Adiy, VII:2604
- Tarikh Baghdad, XI:251 dengan lafazh, “…..Fa Innahu Mubarak”
- Dha’if al-Jami’ ash-Shaghir, 2411, ia (Syaikh al-Albani) berkata, “Maudhu’ (Palsu)
- At-Tanbih ‘Ala Huduts at-Tash-hif karya Hamzah al-Ashfihani, hal.33
- Al-Asrar, 133
- Mizan al-I’tidal, I:530 dan IV:455
- Al-Mawdhu’at, III:58
- Al-La’ali, II:272
- Tanzih asy-Syari’ah, II:270
- Al-Fawa’id karya asy-Syaukani, hal.194


Silsilah Hadits-Hadits Masyhur-9 (Tidurlah Siang Hari, Sebab Sesungguhnya Para Syetan Tidak Tidur Siang)
Mukaddimah

Sering kali kita melihat ada orang yang menganjurkan agar tidur siang sekalipun itu adalah baik, namun bilamana kemudian dibarengi dengan hal yang menakut-nakuti bahwa orang yang tidak tidur siang sama dengan ‘gawe’ syetan yang juga tidak tidur siang, maka disinilah permasalahannya.
Dan karena itu, perlu ditinjau ulang benarkah ada dalilnya? Apakah ia shahih?

NASKAH HADITS


قِيْلُوْا فَإِنَّ الشَّيَاطِيْنَ لاَ تَقِيْلُ
“Tidurlah siang hari, sebab sesungguhnya para syetan tidak tidur siang.”

Penjelasan:

Hadits dengan redaksi seperti ini sebagaimana yang dinyatakan oleh pengarang buku panduan kita, ad-Durar al-Muntsirah Fi al-Ahâdîts al-Musytahirah adalah diriwayatkan oleh al-Bazzâr dari hadits Anas RA.

CATATAN:
Menurut Syaikh Muhammad Luthfy ash-Shabbâgh, penahqiq buku tersebut:
“Kualitasnya DLA’IF (LEMAH). Untuk itu, silahkan merujuk ke:

1. al-Maqâshid al-Hasanah Fî Bayân Katsîr Min al-Ahâdîts al-Musytahirah ‘Ala al-Alsinah, karya as-Sakhâwiy, h.56
2. Tamyîz ath-Thayyib Min al-Khabîts Fîmâ Yadûr ‘Ala Alsinah an-Nâs Min al-Hadîts, karya Ibn ad-Diba’, h.115
3. Kasyf al-Khafâ` wa Muzîl al-Ilbâs ‘Amma isytahara Min al-Ahâdîts ‘Ala Alsinah an-Nâs, karya al-‘Ajlûniy, Jld.I, h.120
4. Shahîh al-Jâmi’, no.4431, pengarangnya, Syaikh al-Albâny berkata (mengenai hadits di atas-red.,), “Hasan.” Dan lihat juga, “Majma’ az-Zawâ`id,” Jld.VIII, h.112. Dan menurut saya (Syaikh Muhammad Luthfy), di dalam sanadnya tersebut terdapat seorang periwayat bernama Katsîr bin Marwân yang merupakan seorang Matrûk (yang ditinggalkan/tidak digubris haditsnya) serta Muttaham (tertuduh). Ibn Hajar menyebutkan di dalam Fath al-Bâry, jld.XI, h.70 bahwa hadits ini dikeluarkan oleh ath-Thabarany di dalam kitab al-Awsath dari hadits Anas RA., yang menilainya Marfû’ (sampai kepada Rasulullah) namun dalam sanadnya terdapat Katsîr bin Marwân yang merupakan periwayat Matrûk. Silahkan lihat mengenai Katsîr ini pada kitab “Mîzân al-I’tidâl” (karya adz-Dzahaby), Jld.III, h.409; “adl-Dlu’afâ’ Wa al-Matrûkîn” karya ad-Dâruquthny dengan tahqiq kami, no.448 dan lihat tahqiq kami terhadapnya.

(Sumber: ad-Durar al-Muntsirah Fi al-Ahâdîts al-Musytahirah karya Imam as-Suyûthiy, tahqiq Syaikh. Muhammad Lutfhfy ash-Shabbâgh, h.151, no.318)

Silsilah Hadits-Hadits Masyhur-8
“Tuntulah Ilmu Sekalipun Di Negeri China”

Mukaddimah

Tidak dapat disangkal lagi bahwa hadits kali ini sangat populer sekali, khususnya bagi para penceramah atau pendidik yang menganjurkan murid-muridnya agar giat menuntut ilmu.
Namun kiranya, banyak yang belum mengetahui apakah hadits ini benar berasal dari lisan Nabi SAW.,?


NASKAH HADITS
اُطْلُبُوا اْلعِلْمَ وَلَوْ بِالصِّيْنِ

“Tuntutlah ilmu sekalipun di negeri China.”


Penjelasan:

Hadits dengan redaksi seperti ini sebagai yang disebutkan Imam as-Suyûthiy dalam buku ini (ad-Durar al-Muntatsirah…) diriwayatkan oleh Ibn ‘Adiy, al-‘Uqailiy, al-Baihaqiy di dalam bukunya “asy-Syu’ab (Syu’ab al-Imân-red.,)” dan Ibn ‘Abd al-Barr di dalam bukunya “Fadll al-‘Ilm” dari Anas RA.


Penahqiq (analis) atas buku yang kita kaji ini, yaitu Syaikh. Muhammad Luthfy ash-Shabbâgh memberikan beberapa anotasi berikut:
“Hadits ini kualitasnya Mawdlû’ (Palsu). Untuk itu, silahkan merujuk kepada buku-buku berikut:


1. al-Mawdlû’ât karya Ibn al-Jawziy, Jld.I, h.215
2. al-La`âliy al-Mashnû’ah Fi al-Ahâdîts al-Mawdlû’ah karya as-Suyûthiy, Jld.I, h.193
3. Tanzîh asy-Syarî’ah al-Marfû’ah ‘An al-Akhbâr asy-Syanî’ah al-Mawdlû’ah karya Ibn ‘Irâq, tahqîq ‘Abdullah Ali ’Abdullathîf, Jld.I, h.258
4. al-Maqâshid al-Hasanah Fî Bayân Katsîr Min al-Ahâdîts al-Musytahirah ‘Ala al-Alsinah, karya as-Sakhâwiy, h.63
5. Akhbâr Ashfihân, Jld.II, h.106
6. al-Majrûhîn karya Ibn Hibbân, tahqiq Mahmûd Musthafa, jld.I, h.382
7. adl-Dlu’afâ` karya al-‘Uqaily, jld.II, h.230
8. al-Kâmil karya Ibn ‘Adiy, jld.I, h.182
9. Tamyîz ath-Thayyib Min al-Khabîts Fîmâ Yadûr ‘Ala Alsinah an-Nâs Min al-Hadîts, karya Ibn ad-Diba’, h.22
10. Kasyf al-Khafâ` wa Muzîl al-Ilbâs ‘Amma isytahara Min al-Ahâdîts ‘Ala Alsinah an-Nâs, karya al-‘Ajlûniy, Jld.I, h.138
11. Dla’îf al-Jâmi’ karya Syaikh al-Albâniy, no.907
12. Jâmi’ Bayân al-‘Ilm karya Ibn ‘Abd al-Barr, jld.I, h.7 dan 154
13. Mîzân al-I’tidâl karya Imam adz-Dzhabiy, jld.I, h.107; II, h.335
14. al-Fawâ`id al-Majmû’ah Fil Ahâdîts al-Mawdlû’ah karya asy-Syawkâniy, Hal.272
15. Tadzkirah al-Mawdlû’ât karya al-Fitniy, h.17
16. al-Fawâ`id al-Maudlû’ah Fil Ahâdîts al-Mawdlû’ah karya al-Karmiy, no.154
17. Faydl al-Qadîr karya as-Sakhâwiy, jld.I, h.542
18. Târîkh Baghdâd karya al-Khathîb al-Baghdâdiy, jld.IX, h.364
19. Silsilah al-Ahâdîts adl-Dla’îfah karya Syaikh al-Albâniy, no.416


(Sumber: ad-Durar al-Muntsirah Fi al-Ahâdîts al-Musytahirah karya Imam as-Suyûthiy, tahqiq Syaikh. Muhammad Lutfhfy ash-Shabbâgh, h.82, no.87)

Silsilah Hadits-Hadits Masyhur-9

“Perbedaan Pendapat Di Kalangan Umatku Adalah Rahmat”

Mukaddimah

Perbedaan pendapat merupakan sunnatullah di muka bumi ini namun apakah dapat dikatakan bahwa ia merupakan rahmat bagi umat Islam.?
Tentunya jawaban atas hal ini selalu dilandaskan kepada sebuah hadits yang amat masyhur, yang menyatakan bahwa perbedaan pendapat itu adalah rahmat. Nah, pada kajian kita kali ini, akan sedikit berbicara tentang hadits tersebut dan kualitasnya, semoga dapat bermanfa’at.

NASKAH HADITS
اِخْتِلاَفُ أُمَّتِي رَحْمَةٌ
“Perbedaan pendapat di kalangan umatku adalah rahmat.”

Penjelasan:

Hadits dengan redaksi seperti ini sebagai yang disebutkan Imam as-Suyûthiy dalam buku yang kita kaji ini (ad-Durar al-Muntatsirah Fi al-Ahâdîts al-Musytahirah) diriwayatkan oleh Syaikh Nashr al-Maqdisiy di dalam kitabnya “al-Hujjah” secara marfu’ dan al-Baihaqiy di dalam kitabnya “al-Madkhal” dari al-Qasim bin Muhammad, yaitu ucapannya,
“Dan dari ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz, dia berkata,
مَا سَرَّنِي لَوْ أَنَّ أَصْحَابَ مُحَمَّدٍ لَمْ يَخْتَلِفُوْا، ِلأَنَّهُمْ لَوْ لَمْ يَخْتَلِفُوْا لَمْ تَكُنْ رُخْصَةٌ
“Tidak menyenangkanku andaikata para shahabat Muhammad itu tidak berbeda pendapat, karena andaikata mereka tidak berbeda pendapat, tentu tidak ada rukhshoh (keringanan/dispensasi)”

Setelah ucapan ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz ini, Imam as-Suyûthiy mengomentari,
“Menurutku, ini menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah perbedaan mereka di dalam hukum. Ada pendapat yang mengatakan bahwa maksudnya adalah perbedaan di dalam bidang skill dan pekerjaan. Ini disebutkan oleh beberapa orang.

Dan di dalam Musnad al-Firdaus dari jalur Juwaibir, dari adl-Dlahhâk dari Ibn ‘Abbas secara marfu’ disebutkan,
اِخْتِلاَفُ أَصْحَابِي لَكُمْ رَحْمَةٌ
“Perbedaan pendapat para shahabatku bagi kalian adalah rahmat.”

Ibn Sa’d di dalam kitabnya “ath-Thabaqât” berkata, ‘Qabîshah bin ‘Uqbah menceritakan kepada kami, dia berkata, ‘Aflah bin Humaid menceritakan kepada kami, dia berkata, ‘dari al-Qâsim bin Muhammad berkata,
كَانَ اخْتِلاَفُ أَصْحَابِ مُحَمَّدٍ رَحْمَةً لِلنَّاسِ
“Perbedaan para shahabat Muhammad itu merupakan rahmat bagi umat manusia.” “ [Selesai ucapan Ibn Sa’d]

CATATAN:

Penahqiq (analis) atas buku yang kita kaji ini, yaitu Syaikh. Muhammad Luthfy ash-Shabbâgh memberikan beberapa anotasi berikut:
“Hadits ini kualitasnya Dla’îf (Lemah) . Untuk itu, silahkan merujuk kepada buku-buku berikut:

1. al-Maqâshid al-Hasanah Fî Bayân Katsîr Min al-Ahâdîts al-Musytahirah ‘Ala al-Alsinah, karya as-Sakhâwiy, h.26
2. Tamyîz ath-Thayyib Min al-Khabîts Fîmâ Yadûr ‘Ala Alsinah an-Nâs Min al-Hadîts, karya Ibn ad-Diba’, h.9
3. Kasyf al-Khafâ` wa Muzîl al-Ilbâs ‘Amma isytahara Min al-Ahâdîts ‘Ala Alsinah an-Nâs, karya al-‘Ajlûniy, Jld.I, h.64
4. al-Asrâr karya ,no.17 dan 604
5. Dla’îf al-Jâmi’ karya Syaikh al-Albâniy, no.230
6. Silsilah al-Ahâdîts adl-Dla’îfah karya Syaikh al-Albâniy, no.57
7. Tadzkirah al-Mawdlû’ât karya al-Fitniy, h.90
8. Tadrîb ar-Râwiy karya Imam as-Suyûthiy, h.370
9. Faydl al-Qadîr karya as-Sakhâwiy, jld.I, h.209-212, di dalam buku ini Imam as-Subkiy berkata, “(Hadits ini) tidak dikenal di kalangan para ulama hadits dan saya tidak mengetahui ada sanad yang shahih, dla’if atau mawdlu’ mengenainya.”
Menurut saya (Syaikh Muhammad Luthfiy), “Perbedaan pendapat itu bukanlah rahmat tetapi bencana akan tetapi ia merupakan hal yang tidak bisa dihindari sehingga yang dituntut adalah selalu berada di dalam koridor syari’at dan tidak menjadi sebab perpecahan, perselisihan dan perang.”

(Sumber: ad-Durar al-Muntsirah Fi al-Ahâdîts al-Musytahirah karya Imam as-Suyûthiy, tahqiq Syaikh. Muhammad Lutfhfy ash-Shabbâgh, h.59, no.6)

SILSILAH HADITS-HADITS MASYHUR-10 (Cinta Tanah Air Adalah Sebagian Dari Iman)

MUKADDIMAH

Barangkali banyak orang yang masih meyakini bahwa hadits tentang cinta tanah air (yang kita kaji dalam rubrik ini) merupakan hadits yang shahih bersumber dari Rasulullah SAW.

Karena itu, banyak mereka yang mengklaim diri sebagai kaum nasionalis berargumentasi dengan hadits ini untuk menunjukkan rasa patriotisme dan bela negara.

Padahal, berargumentasi dengan hadits yang tak diketahui juntrungannya, tentu amat berbahaya.

Namun argumentasi mengenai masalah bela tanah air dan kewajiban seorang muslim (yang baligh dan mampu) membela negerinya bila dimasuki secara kekerasan oleh musuh dapat diketahui melalui dalil-dalil lain, yaitu hadits-hadits shahihi tentang hal itu bukan berdasarkan hadits yang kita kaji ini. Dalam hadits-hadits shahih tersebut diketahui bahwa membela negeri saat diserang musuh adalah suatu kewajiban agama.

Karena itu, hendaknya menghindari cara yang salah dalam berargumentasi, termasuk dalam masalah ini, dengan merujuk kepada dalil yang jelas kualitasnya.!!

NASKAH HADITS
حُبُّ اْلوَطَنِ مِنَ اْلإِيْمَانِ
“Cinta tanah air adalah sebagian dari iman”

Keterangan

Menurut pengarang buku ad-Durar al-Muntatsirah Fi al-Ahaadiits al-Musytahirah, imam Jalaluddin as-Suyuthi (buku rujukan kajian ini), hadits ini tidak diketahuinya.

Tanggapan Muhaqqiq

Syaikh Muhammad Luthfi ash-Shabbagh, dalam tahqiq (analisis)nya atas buku ad-Durar mengatakan, “Kualitas hadits di atas adalah MAWDHU’ (PALSU), untuk itu silahkan rujuk referensi berikut:

- al-Maqaashid al-Hasanah Fii Bayaan Katsiirin Minal Ahaadiits al-Musytahirah ‘Ala al-Alsinah karya as-Sakhawi, hal.183
- Tamyiiz ath-Thayyib Minal Khabiits… karya Ibn ad-Dubayyi’, hal.65
- Al-Asrar al-Marfuu’ah Fii al-Akhbaar al-Mawdhuu’ah karya Mala Ali al-Qari, hal.164
- Al-Fawaa’id al-Mawdhuu’ah Fii al-Ahaadiits al-Mawdhuu’ah karya al-Karamy, hal.174
- Tadzkirah al-Mawdhuu’aat karya al-Fitni, hal.70
- Kasyf al-Khafaa’ Wa Muziil al-Ilbaas… karya al-‘Ajluni, jilid I, hal.158

(SUMBER: ad-Durar al-Muntatsirah Fii al-Ahaadiits al-Musytahirah karya imam Jalaluddin as-Suyuthi, tahqiq Syaikh Muhammad Luthfi ash-Shabbagh, hal.110, no.190)


Silsilah Hadits-Hadits Masyhur-11 (Aku Adalah Kota Ilmu Sedangkan ‘Ali Adalah Pintunya)
Mukaddimah

Ada sementara kelompok agama yang sikapnya berlebihan terhadap Ahli Bait, terutama ‘Ali, berdalil dengan hadits ini (yang akan kita bahas) atas kebenaran pendapat mereka bahwa ‘Ali adalah pintu ilmu, karena itu siapa saja yang ingin memasuki rumah, maka harus lewat pintunya dan –kata mereka- satu-satunya pintu itu adalah ‘Ali, sehingga bila bukan melaluinya, maka tidak sah.

Kalau pun kualitas hadits ini dianggap shahih (padahal tidak demikian seperti yang akan dipaparkan nanti), maka tidaklah berarti ia satu-satunya pintu itu, tetapi menurut para ulama, hanya merupakan salah satu dari pintu-pintu ilmu.

Memang tidak diragukan lagi, bahwa ‘Ali merupakan ulama kalangan para shahabat dan memiliki banyak keutamaan tetapi bukan karena itu, lantas dilebih-lebihkan (bagi kalangan Ghulaat/ekstrem mereka sampai di-Tuhankan, na’uudzu billaahi min dzaalik). Apalagi bila didasari atas riwayat yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Teks seperti ini juga merupakan bagian (baca: lirik) dari salah satu lantunan seorang penyanyi dalam salah satu serialnya yang dikatakannya ‘islami’ di mana ia nampaknya penganut pendapat di atas.

Teks Hadits
أَنَا مَدِيْنَةُ اْلعِلْمِ وَعَلِيٌّ بَابُهَا
“Aku (Rasulullah) adalah kota ilmu dan ‘Ali adalah pintunya.”

Hadits ini diriwayatkan oleh at-Turmudzy dari hadits ‘Ali seraya berakata, “Hadits Munkar.” Hadits ini juga dingkari oleh al-Bukhary. Di samping itu, juga diriwayatkan oleh al-Hakim di dalam kitab al-Mustadrak dari hadits Ibn ‘Abbas. Ia mengomentari, “Hadits Shahih.” Namun Imam adz-Dzahaby berkata, “Bahkan ia hadits Mawdlu’ (Palsu).” Abu Zur’ah berkata, “Alangkah banyaknya orang yang menyingkap boroknya.”
Ad-Daruquthny berkata, “Tidak valid.”
Ibn Daqiq al-Ied berkata, “Mereka (ulama hadits) tidak menilainya valid.” Bahkan Ibn al-Jawzy memuatnya di dalam kitabnya al-Mawdluu’aat (kitab yang khusus berisi hadits-hadits Mawdlu’).

Al-Hafizh Abu Sa’id al-‘Alaa`iy berkata, “Yang benar, bahwa ia hadits Hasan bila dilihat dari jalur-jalurnya, tidak shahih dan juga tidak Dla’if apalagi dikatakan Mawdlu’ (palsu).”

Menurutku (Imam as-Suyuthiy, pengarang buku rujukan dalam kajian kita ini): “Memang demikian yang dikatakan Syaikhul Islam Ibn Hajar (al-Haitsamy-red.,) dalam fatwanya. Ucapan al-‘Alaa`iy dan Ibn Hajar tersebut telah saya paparkan panjang lebar di dalam kitab saya at-Ta’aqqubaat yang menyanggah statement yang terdapat di dalam kitab al-Mawdluaa’aat tersebut.

Pendapat Syaikh Muhammad Luthfi
ash-Shabbaagh, Penahqiq (peneliti) buku:


Ini hadits MAWDLU’ (PALSU), untuk itu silahkan lihat:
- al-Maqaashid al-Hasanah karya as-Sakhawy, h.97
- TamyÎz ath-Thayyib Min al-Khabiits… karya Ibn ad-Dubai’, h.33
- Kasyf al-Khafaa` karya al-‘Ajluny, Jld.I, h.203
- Al-Mawdluu’aat karya Ibn al-Jawzy, Jld.I, h.439
- Al-La`aaly, Jld.I, h.329
- Tanziih asy-Syari’ah, Jld.I, h.377
- Ahaadiits al-Qushshaash, h.15
- Al-Fawaa`id karya al-Karmy, h.57
- Al-Fawaa`id karya asy-Syawkany, h.348-354
- Al-Asraar, h.71
- Tadzkirah al-Mawdluaa’aat, h.95
- Al-Fataawa al-Hadiitsiyyah, h.126
- Miizaan al-I’tidaal, Jld.II, h.251
- Asna al-Mathaalib, h.72
- Tuhfah al-Ahwadzy, Jld.IV, h.329
- Al-Mustadrak, Jld.III, h.126 (telah dinilai shahih oleh al-Haakim namun kemudian ditelusuri jalurnya oleh Imam adz-Dzahaby yang berkomentar, “Bahkan hadits Mawdlu’. Ia (al-Haakim) mengatakan, “Abu ash-Shalt [salah seorang periwayat hadits] adalah seorang yang Tsiqah, Ma`mun. Menurutku (ad-Dzahaby), “Demi Allah, ia bukan Tsiqah dan bukan pula Ma`mun.”)
- Dla’if al-Jami’ ash-Shaghiir karya Syaikh al-Albany, no.1322
- Al-Kaamil karya Ibn ‘Ady, Jld.I, h.193
- Adl-Dlu’afaa` karya al-‘Uqaily, Jld.III, h.150
- Majma’ az-Zawaa`id, Jld.IX, h.114
(SUMBER: ad-Durar al-Muntatsiarah Fi al-Ahaadiits al-Masyhuurah karya Imam as-Suyuthy, tahqiq, Syaikh Muhammad Luthfy ash-Shhabbaagh, h.70, hadits no.38)

TAMBAHAN DARI REDAKSI:

Dalam teks yang kami temukan di sunan at-Turmudzy tertulis:
أَنَا دَارُ اْلحِكْمَةِ وَعَلِيٌّ بَابُهَا
“Aku (Rasulullah) adalah Daar (rumah) ilmu dan ‘Ali adalah pintunya.”
Jadi, bukan seperti teks hadits dalam buku rujukan kita di atas, barangkali ada teks lain di selain sembilan kitab hadits induk (al-Kutub at-Tis’ah).

Mengenai teks ini, at-Turmudzy mengatakan, “Hadits Gharib Munkar.”
Ath-Thiby mengatakan, “Sepertinya orang-orang Syi’ah berpegang pada permisalan ini bahwa mengambil ilmu dan hikmah dari beliau SAW adalah khusus buat ‘Ali, tidak seorang pun boleh melakukannya kecuali melalui perantaraannya sebab rumah hanya bisa dimasuki dari pintunya di mana Allah berfirman, ‘Dan masukilah rumah-rumah tersebut dari pintu-pintunya.’ Padahal sebenarnya itu sama sekali tidak dapat menjadi hujjah bagi mereka sebab Daar al-Jannah (Rumah surga) sendiri tidak seluas Daar (rumah) hikmah, sekali pun begitu, ia memiliki 8 pintu.” (Artinya, dari arah mana saja dari ke-delapan pintu itu bisa masuk, tidak mesti satu pintu sebagaimana klaim Syi’ah tersebut-red.,)

Al-Qaary mengatakan, “Ali adalah salah satu dari pintu-pintunya (pintu hikmah). Akan tetapi adanya pengkhususan itu mengandung semacam pengagungan (penghormatan) di mana ia memang demikian bila dibanding dengan sebagian shahabat dari sisi keagungan dan ilmu. Di antara hal yang menunjukkan bahwa posisi para shahabat semuanya sebagai pintu-pintu adalah hadits Nabi SAW, ‘Para shahabatku adalah seperti bintang-gemintang; siapa pun yang kalian ikuti, pasti kalian mendapat petunjuk.’ Yaitu sebagai isyarat perbedaan tingkatan cahayanya di dalam mendapatkan petunjuk itu. Indikatornya, para Tabi’in mengambil semua ilmu syari’at seperti bacaan, tafsir, hadits, fiqih dari para shahabat lain selain ‘Ali juga. Dengan begitu, dapat diketahui bahwa pintu itu tidak khusus miliknya semata, kecuali dalam satu pintu, yaitu masalah qadla’ sebab memang ada hadits mengenai dirinya seperti itu, yang berbunyi, ‘Ia (‘Ali) adalah orang yang paling mengerti qadla di antara kamu.’ Sama seperti yang dikatakan kepada Ubay bahwa ia adalah ‘orang yang paling bagus bacaannya di antara kamu’ , Zaid bin Tsabit sebagai yang ‘paling mengerti masalah fara’idh di antara kamu’ dan Mu’adz bin Jabal sebagai yang ‘paling mengerti masalah halal dan haram di antara kamu.’ ”

Tapi sayang, berdalil dengan hadits “Para shahabatku adalah seperti bintang-gemintang…” juga tidak tepat, sebab menurut pensyarah sunan at-Turmudzy, al-Mubarakfury yang menukil dari Ibn Hajar bahwa hadits tentang ‘para shahabatku adalah seperti bintang-gemintang…’ itu tidak shahih, sangat lemah bahkan Ibn Hazm menilainya sebagai hadits Mawdlu’. Al-Baihaqy mengetengahkan hadits Dla’if lainnya yang senada dengan itu lalu mengatakan bahwa bisa saja dijadikan perumpamaan dalam hal mereka itu (para shahabat) adalah seperti bintang tetapi tidak dalam memberi petunjuk. Dan hal ini sesuai dengan makna hadits shahih yang diriwayatkan Muslim, isinya, ‘Bintang-gemintang adalah amanah langit, bila bintang-gemintang itu hilang maka akan datanglah apa yang dijanjikan kepada ahli langit.’ Pendapat al-Baihaqy ini didukung oleh Ibn Hajar sekali pun beliau menegaskan bahwa makna zhahir hadits yang ada di shahih Muslim itu (hanya) berbicara tentang fitnah yang akan terjadi setelah berakhirnya masa shahabat, yaitu dengan munculnya berbagai bid’ah dan perbuatan-perbuatan keji di seluruh muka bumi.” (alias tidak terkait dengan makna kedua hadits lemah di atas-red.,)
(Lihat, Tuhfah al-Ahwadzy Syarh Sunan at-Turmudzy karya al-Mubaarakfuury, terkait dengan syarah hadits di atas)

Kesimpulan:
- Bahwa kualitas hadits tersebut adalah MAWDLU’ sebagaimana yang dianalisis oleh Syaikh Muhammad Luthfi ash-Shabbaagh.
- Bahwa ‘Ali memang memiliki kedudukan lebih dari sebagian para shahabat dari sisi keagungan dan ilmu, tetapi tidak bisa dikatakan bahwa karena itu, ia lah satu-satunya pintu ilmu, apalagi dengan klaim karena hal itu telah dikhususkan Nabi SAW kepadanya. Terlebih lagi, bila dalilnya hadits di atas, Wallahu a’lam. 

Silsilah Hadits-Hadits Masyhur-12 (Aku Adalah Nabi Paling Pertama Diciptakan Dan…)

Mukaddimah

Sering mereka yang dinobatkan sebagai Du’aat (Para Da’i), dalam memperingati momen tertentu seperti kelahiran Nabi SAW (padahal acara seperti ini tentu tidak ada landasannya dalam agama-red) menyampaikan hadits seperti yang akan kita kaji kali ini atau dengan redaksi yang lain. Intinya, ingin menyanjung terlalu tinggi Rasulullah SAW hingga mencapai taraf ‘berlebih-lebihan’ (Ghuluw). Sayangnya lagi, kebanyakan mereka tidak pernah mau mempertanyakan kembali ‘keshahihan’ hadits tersebut; apakah kualitasnya dapat dipertanggungjawabkan ataukah tidak.?

Termasuk dari pengembangan pembahasan hadits tersebut, pembiciraan seputar apa yang mereka sebut sebagai ‘nur Muhammad’ (yang juga dilandasi dengan hadits yang Mawdhu’ [palsu] dan cerita-cerita bohong).

Untuk itu, hendaknya kita berhati-hati di dalam berdalil dengan hadits yang tidak jelas juntrungan dan kualitasnya. Sebab di samping, kualitas hadits tersebut itu sendiri lemah atau pun mawdhu’, menyampaikannya kepada umat –tanpa memberitahukan kualitas sesungguhnya hadits tersebut- dapat menyeret mereka kepada kesesatan, bid’ah bahkan kesyirikan.

Semoga kita terhindar dari kebodohan dan selalu berdalil dengan dalil yang benar-benar shahih dari Rasulullah SAW.

Teks Hadits
كُنْتُ أَوَّلَ النَّبِيِّيْنَ فيِ اْلخَلْقِ وَآخِرَهُمْ فيِ اْلبَعْثِ
“Aku (Rasulullah) adalah Nabi Paling Pertama Diciptakan Dan Paling Akhir Dibangkitkan (diutus).”

Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim di dalam kitab tafsirnya dan Abu Nu’aim di dalam kitab Dalaail an-Nubuwwah dari hadits Abu Hurairah.

KUALITAS HADITS

Ini hadits DHA’IF (LEMAH), untuk itu silahkan lihat:

- al-Maqaashid al-Hasanah karya as-Sakhawy, h.327
- TamyÎz ath-Thayyib Min al-Khabiits… karya Ibn ad-Dubai’, h.122
- Kasyf al-Khafaa` karya al-‘Ajluny, Jld.II, h.129
- Al-Fawaa`id karya asy-Syawkany, h.326
- Al-Asraar, h.352
- Miizaan al-I’tidaal, Jld.I, h.331 dan Jld.II, h.128. Di dalam sanadnya terdapat periwayat bernama Baqiyyah dan Sa’id bin Basyir. Kedua-duanya adalah periwayat yang lemah haditsnya. Lihat, Dalaa’il an-Nubuwwah karya Abu Nua’im

(SUMBER: ad-Durar al-Muntatsirah Fi al-Ahaadiits al-Masyhuurah karya Imam as-Suyuthy, tahqiq, Syaikh Muhammad Luthfy ash-Shhabbaagh, h.156, hadits no.337) 


Silsilah Hadits-Hadits Masyhur-13 (Syahwat Wanita Berlipat Ganda Atas Syahwat Laki-Laki?)
MUKADDIMAH

Kita sering mendengar ucapan banyak orang bahwa syahwat (seksualitas) kaum wanita melebihi berlipat-lipat dari syahwat kaum laki-laki. Sepintas, ucapan itu terkesan benar, namun benarkah demikian? Adakah dasarnya?
Silahkan baca selanjutnya!!

TEKS HADITS
إِِنَّ شَهْوَةَ الِّنسَاءِ تُضَاعِفُ عَلَى شَهْوَةِ الِّرجَالِ
Sesungguhnya syahwat (seksualitas) kaum wanita berlipat ganda melebihi syahwat kaum laki-laki

Imam as-Suyuthi (pengarang kitab rujukan kajian ini) mengatakan, Di dalam kitab al-Awsath dari hadits Ibn ‘Umar terdapat lafazh:
فُضِّلَتِ اْلمَرْأَةُ عَلَى الرَّجُلِ بِتِسْعَةٍ وَتِسْعِيْنَ مِنَ الَّلذَّةِ وَلَكِنَّ اللهَ تَعَالَى أَلْقَى عَلَيْهِنَّ الْحَيَاءَ
Wanita dilebihkan atas laki-laki sebanyak sembilan puluh sembilan kenikmatan (seksualitas) akan tetapi Allah Ta’ala melemparkan sifat malu pada mereka


KUALITAS HADITS

Syaikh Muhammad Luthfi ash-Shabbagh (penahqiq kitab rujukan kajian ini) mengatakan:

Kualitas hadits di atas adalah MAWDHU’ (PALSU), untuk itu silahkan lihat:

- Dha’iif al-Jaami’, no.3981 karya al-Albani. Beliau (Syaikh al-Albani) berkata, “Lemah sekali.”
- al-Maqaashid al-Hasanah karya as-Sakhawy, h.255. Di dalam sanadnya terdapat Daud, Mawla Abi Mukammil yang merupakan Munkar al-Hadiits (periwayat hadits munkar)
- Faydh al-Qadiir karya al-Manawi. Beliau (al-Manawi) berkata, “al-Bukhari berkata, ‘Munkar al-Hadiits.’
Syaikh Lutfhi mengomentari, “Menurutku, juga terdapat periwayat bernama Ibn Lahii’ah dan Usamah bin Zaid al-Laitsy yang dimasukkan oleh Imam adz-Dzahabi dalam bukunya adh-Dhu’afaa’ (para periwayat yang lemah), yang berkata, ‘Ia (Usamah) seorang periwayat yang Layyin (ungkapan lain untuk kualitas periwayat yang lemah).”
- TamyÎz ath-Thayyib Min al-Khabiits… karya Ibn ad-Dubai’, h.92
- Kasyf al-Khafaa` karya al-‘Ajluny, Jld.II, h.15
- Al-Fawaa`id karya asy-Syawkany, h.136


(SUMBER: ad-Durar al-Muntatsiarah Fi al-Ahaadiits al-Masyhuurah karya Imam as-Suyuthy, tahqiq, Syaikh Muhammad Luthfy ash-Shhabbaagh, h.156, hadits no.337)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar